Menentukan suatu hukum syariah pasti akan banyak perbedaan pendapat. Apa contohnya? Ada ulama yang membolehkan multiakad, namun ada yang mengharamkan.
.
Apa yang harus kita lakukan? Jawabnya adalah harus melakukan tarjih. Apakah tarjih itu? Tarjih adalah memilih pendapat terkuat berdasarkan dalil yang terkuat. Tarjih, jika dilihat dari makna bahasanya adalah at-tamyiil (mencondongkan) atau at taghliib (menguatkan). Sedangkan makna tarjih menurut arti istilah ulama ushul fiqih adalah:
“Tarjih adalah menguatkan satu dalil atas dalil yang lain untuk diamalkan karena adanya keistimewaan pada dalil yang rajih” (M. Husain Abdullah, Al Wadhih, h. 389).
.
Apakah kita diperbolehkan mengambil pendapat yang berbeda dari para ulama tanpa melakukan tarjih? Jawabnya: tidak boleh mengikuti salah satu pendapat khilafiyah tanpa melakukan tarjih. Mengapa? Sebab, hal itu berarti mengikuti Hawa Nafsu. Hal itu dicela oleh Allah SWT, “Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu” (QS An Nisaa` : 135).
.
Setelah kita memahami bahwa melakukan tarjih itu hukumnya wajib, ternyata tidak berhenti sampai disini. Setelah melakukan tarjih, kita juga harus mengamalkan hukum yang raajih atau hukum yang lebih kuat. Dengan kata lain, mengamalkan pendapat yang raajih (kuat) hukumnya adalah wajib juga. Sedangkan mengamalkan pendapat yang lemah (marjuuh) hukumnya tidak boleh. Kaidah fiqih menyatakan, “Mengamalkan pendapat yang rajih wajib, mengamalkan pendapat marjuh tidak boleh”.
.
Kesimpulannya adalah dua hukum penting yang berkaitan dengan tarjih, yaitu:
- Tarjih hukumnya wajib jika ada perbedaan pendapat.
- Mengamalkan dalil yang kuat (raajih) hukumnya wajib pula.
Kedua hukum penting yang terkait dengan tarjih tersebut adalah berdasarkan Ijma’ Shahabat, yaitu kesepakatan para sahabat Nabi SAW (An Nabhani, 1994).
.
Ingin faham lebih lengkap Tentang Membangun Bisnis Syariah ??, Silahkan Pre Order buku Membangun Bisnis Syariah…
👇👇👇