IJTIHAD PROBLEM KONTEMPORER : MEMAHAMI NASH-NASH

Langkah kedua dari tahap ini adalah memahami nash. Maksudnya adalah, terhadap proses pemahaman fakta yang telah didapatkan, maka tugas mujtahid selanjutnya adalah berupaya untuk mencari nash-nash yang terkait dengan fakta yang dimaksud. Nash-nash tersebut di antaranya adalah:
.

“Aku telah mendengar bahwa Rasulullah SAW telah melarang jual-beli emas dengan emas, perak dengan perak, bur dengan bur, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama dan sepadan, secara kontan . Maka siapa saja yang menambahkan atau minta tambahan, maka dia telah melakukan riba, maka manusia dilarang untuk mengambilnya” (HR. Muslim).

.

“Emas dengan emas, biji dan zatnya harus sebanding timbangannya. Perak dengan perak, biji dan zatnya harus sebanding timbangannya. Garam dengan garam, kurma dengan kurma, bur dengan bur, sya’ir dengan sya’ir, sama dan sepadan. Maka siapa saja yang menambahkan atau minta tambahan, maka dia telah melakukan riba” (HR. An Nasa’i).

.

“Janganlah kalian menjualbelikan emas dengan emas kecuali dengan sama (timbangan dan ukurannya). Tidak boleh sebagiannya melebihi sebagiannya yang lain, juga jangan kalian menjual perak dengan perak kecuali dengan timbangan dan ukuran yang sama. Dan jangan menjual emas dan perak yang tidak ada di tempat saat melakukan transaksi (ghaib)” (HR. Bukhari).
.

“Menjual emas dengan perak akan mengandung riba kecuali bila kontan” (HR Bukhari, Muslim, Tirmizi, Abu Daud).

.

Dalil di atas diperkuat lagi dengan sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dari Ubadah bin Shamit:

Juallah emas dan perak sesuka kalian, dengan (syarat harus) kontan” (HR. At-Tirmidzi).

.

Emas dan perak yang dimaksud dalam Hadits di atas adalah emas dan perak sebagai mata uang. Oleh karena itu, dari Hadits di atas dapat disimpulkan bahwa aturan yang berkaitan dengan jual-beli mata uang (sharf) adalah sebagai berikut:

  1. Untuk jual beli mata uang yang sejenis:
  1. Berat timbangannya atau nilai uangnya harus sama dan setimbang.
  2. Jual-beli tersebut  harus dilakukan secara kontan (tidak boleh dengan cara kredit).
  3. Serah terima antara kedua belah pihak harus dalam satu tempat dengan bertemu secara langsung (tidak boleh dilakukan secara online).
  1. Untuk mata uang yang tidak sejenis:
  1. Boleh suka sama suka (tidak harus sama dan setimbang).
  2. Jual-beli tersebut  harus dilakukan secara kontan (tidak boleh dengan cara kredit).
  3. Serah terima antara kedua belah pihak harus dalam satu tempat dengan bertemu secara langsung (tidak boleh dilakukan secara online).

Yang perlu dilakukan oleh mujtahid selanjutnya adalah melakukan proses verifikasi. Apa yang disebut dengan proses verifikasi ini? Proses verifikasi adalah proses untuk memastikan apakah obyek yang dibahas dalam nash benar-benar memiliki kesamaan dengan obyek yang dibahas dalam fakta permasalahan yang telah didapatkan ataukah tidak?

.

Oleh karena itu yang menjadi pertanyaan adalah: apakah fakta dari mata uang yang ada pada saat ini sama dengan fakta mata uang yang ada dalam nash? Kesimpulannya tentu ada 2 kemungkinan, yaitu faktanya sama atau berbeda.

.

Fakta uang kertas itu ternyata dapat di-qiyas-kan dengan emas dan perak, karena ada kesamaan ‘illat (sebab hukum) pada keduanya, yaitu sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah).

.

Illat ini adalah illat yang di-istinbath (‘illat istinbath) dari berbagai hadits yang mengisyaratkan adanya sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah), yang menjadi landasan untuk mengqiyaskan uang kertas dengan emas dan perak (Zalum, 1983).

.

Apa contoh dalilnya? Misalnya hadits Nabi SAW : Fa-haatuu shadaqata ar-riqqah, yang artinya: “Maka datangkanlah (bayarlah) zakat riqqah (perak yang dicetak sebagai mata uang).” (HR Bukhari, dari Ali bin Abi Thalib RA). Penyebutan kata “riqqah” (perak yang dicetak sebagai mata uang) dan bukan dengan kata fidhdhah (perak) menunjukkan adanya sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah).

.

Kedua sifat tersebut tak hanya terwujud pada emas dan perak yang dijadikan mata uang, tapi juga pada uang kertas yang berlaku sekarang, meski ia tidak ditopang dengan emas atau perak. Dengan demikian, fakta uang kertas yang ada sekarang ini adalah sama dengan fakta mata uang emas dan perak yang dimaksud dalam nash-nash yang telah disebutkan di atas.

.

Jika kesimpulannya adalah sama, maka kita bisa menghukumi fakta yang ada sekarang ini dengan hukum-hukum yang terkandung dalam nash tersebut.

.

Ingin faham lebih lengkap Tentang Membangun Bisnis Syariah ??, Silahkan Pre Order buku Membangun Bisnis Syariah…

👇👇👇

https://dwicondrotriono.com/buku/membangun-bisnis-syariah/