HUKUM HUTANG BOLEH ATAU TIDAK ??

Menurut syari’at Islam, hukum untuk  mendapatkan modal dengan cara berhutang itu boleh (mubah), sunnah, makruh, haram ataukah justru di-wajib-kan? Dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah menyinggung masalah utang ini, yaitu dalam Surat Al-Baqarah 282:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ﴿٢٨٢﴾

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai (secara utang) untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.

.

Ayat di atas dapat dijadikan sebagai landasan dibolehkannya (mubah atau jaiz) utang-piutang di dalam ekonomi Islam. Namun, yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana dengan adanya nash-nash hadits yang mencela orang yang berhutang?

.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ

Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Aash, bahwa Rasul SAW bersabda,”Akan diampuni orang yang mati syahid setiap dosanya, kecuali utang” (HR Muslim, no 1886).

.

Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW mencela orang-orang yang berhutang. Yang menjadi pertanyaan adalah: bagaimana kita harus mendudukkan antara dalil Al-Qur’an yang membolehkan seseorang untuk berhutang dengan Hadits Rasulullah SAW yang mencela utang?

.

Untuk dapat menjawab “pertentangan” dua kelompok dalil di atas, maka kita tidak boleh berhenti sampai disini. Kita masih harus mencari nash-nash lain yang terkait dengan utang-piutang.

.

Ternyata masih banyak ditemukan nash-nash lain yang justru memuji utang-piutang. Oleh karena itu, nash-nash yang mencela utang tersebut tidak boleh dipisahkan dari nash-nash yang memuji utang-piutang. Bahkan, ada nash yang menunjukkan bahwa Nabi SAW juga pernah berutang. Di antara nash-nash hadits tersebut adalah:

.

Dari Muhammad bin Ali dia berkata ‘A`isyah RA telah berutang piutang, lalu ada yang bertanya kepadanya, ”Mengapa Anda berutang?” ‘A`isyah menjawab,”Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ”Tidaklah seorang hamba berniat untuk melunasi utangnya, kecuali dia berhak mendapat pertolongan dari Allah Azza wa Jalla. Maka aku mencari pertolongan Allah itu” (HR Ahmad & Thabrani).

.

Dengan mengkompromikan dua kelompok nash-nash yang seolah-olah “bertentangan” tersebut, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa berhutang hukumnya adalah mubah atau boleh (jaiz).

.

Namun demikian, para ‘ulama memberikan beberapa syarat bagi orang yang akan berhutang, agar mereka berhati-hati. Paling tidak ada 3 (tiga) syarat penting yang harus diperhatikan, apabila seseorang hendak berhutang, yaitu (Sami Suwailim, Mauqif As-Syari’ah Al-Islamiyyah min Ad-Dain, hlm. 22) :

  1. Pihak yang berutang harus berniat untuk melunasi utangnya.
  2. Pihak yang berutang harus mempunyai dugaan yang kuat bahwa dia mampu untuk melunasi utangnya.
  3. Utang yang dilakukan tersebut adalah utang yang ada dalam perkara yang disyariahkan (fii amrin masyruu’in). Tidak untuk utang yang diharamkan.

.

Ingin faham lebih lengkap Tentang Membangun Bisnis Syariah ??, Silahkan Pre Order buku Membangun Bisnis Syariah…

👇👇👇

https://dwicondrotriono.com/buku/membangun-bisnis-syariah/