Pengambilan hukum dari bunga bank dilanjutkan dengan memahami nash. Maksudnya adalah mencari nash-nash yang berkaitan dengan definisi fakta yang telah didapatkan tersebut. Dengan demikian, tugas kita selanjutnya adalah berupaya untuk mencari nash-nash yang terkait dengan fakta yang dimaksud.
.
Nash-nash yang terkait dengan fakta di atas dapat dirunutkan sebagai berikut, antara lain diambil dari beberapa Hadits sebagai berikut:
“Setiap utang-piutang yang menghasilkan manfa’at adalah riba” (HR. Baihaqi).
.
Dalam Hadits berikutnya, juga ada Sabda dari Rasulullah SAW:
“Setiap pinjam-meminjam yang menghasilkan manfaat adalah salah satu cabang daripada riba” (HR. Baihaqi).
.
Dari dua hadits di atas, kita dapat menarik pemahaman bahwa yang dimaksud dengan riba adalah setiap manfa’at yang muncul dari transaksi utang-piutang. Pemahaman di atas masih diperkuat dengan Hadits berikut ini:
“Riba itu dalam nasi’ah (menanti)”. (HR. Muslim dari Ibnu Abbas).
.
Demikian juga dalam Hadits dari Ibnu Abbas, beliau berkata: Usamah bin Zaid telah menyampaikan kepadaku bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Ingatlah, sesungguhnya riba itu dalam nasi’ah (menanti)”. (HR Muslim).
.
Dari Hadits di atas kita dapat menarik pemahaman tentang riba nashi’ah, yaitu adanya tambahan atau keuntungan yang diambil terhadap suatu pinjaman sebagai imbalan karena masa menunggu. Tidak ada perbedaan apakah persentase tambahan itu bersifat tetap atau berubah, sedikit atau banyak, dibayar di depan atau pada saat jatuh tempo, apakah karena pemberian hadiah atau karena sesuatu bentuk pelayanan yang diterima sebagai suatu persyaratan peminjaman, semuanya itu termasuk dalam kategori riba nasi’ah.
.
Untuk memperkuat pemahaman tersebut, masih ada beberapa Hadits yang dapat memperkuat pemahaman tentang riba di atas:
Dari Said bin Abi Burdah dari Bapaknya: “Aku datang ke Madinah dan bertemu dengan Abdullah bin Salam RA, ia berkata, “Kamu hidup di dalam sebuah negeri dimana riba tersebar luas. Karena itu, jika salah seorang berhutang kepadamu dan ia memberikan hadiah sekeranjang rumput atau gandum atau jerami, janganlah kamu terima, karena itu adalah riba” (HR. Bukhari).
.
Dari Anas, “Rasulullah SAW ditanya,’Seorang laki-laki dari kami meminjamkan (qardh) harta kepada saudaranya, lalu saudaranya memberi hadiah kepada laki-laki itu. Maka Rasulullah SAW bersabda,’Jika salah seorang kalian memberikan pinjaman, lalu dia diberi hadiah, atau dinaikkan ke atas kendaraannya, maka janganlah dia menaikinya dan janganlah menerimanya. Kecuali hal itu sudah menjadi kebiasaan sebelumnya.” (HR Ibnu Majah).
.
“Jika seseorang memberi pinjaman (qardh), janganlah dia mengambil hadiah.” (HR Bukhari, dalam kitabnya At-Tarikh Al-Kabir).
.
Untuk memepertegas pemahaman tentang riba dari Hadits di atas, kita juga dapat menarik pemahaman dari nash Al-Qur’an sebagai berikut:
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” (QS. Al-Baqarah: 279).
.
Dari ayat di atas kita dapat memahami bahwa syarat bagi manusia yang ingin bertaubat dari mengambil riba adalah mengembalikan hanya pokok harta yang dipinjamnya. Dengan demikian, setiap ada kelebihan (sedikit maupun banyak) dari transaksi utang-piutang karena masa menunggu itu adalah riba. Dalam hal ini, ribanya adalah riba nashi’ah.
.
Setelah kita memperoleh pemahaman dari beberapa Hadits dan Al-Qur’an tenta apa yang dimaksud dengan riba menurut nash, maka kita dapat melanjutkan pada langkah yang ketiga, yaitu langkah penarikan hukum (istinbathul ahkam). (BERSAMBUNG)
.
Ingin faham lebih lengkap Tentang Membangun Bisnis Syariah ??, Silahkan Pre Order buku Membangun Bisnis Syariah…
👇👇👇