Koperasi Syari’ah sudah mengupayakan untuk menghilangkan unsur-unsur yang diharamkan, dalam sub-bab ini masih harus kita periksa lagi, apakah Koperasi Syari’ah sudah tidak ada unsur transaksi yang diharamkan ataukah masih ada? Marilah kita kaji secara lebih mendalam.
.
- Pengembalian Modal Pinjaman
Sebagaimana telah disebut di atas, selain dari modal setoran awal anggota, modal Koperasi Syariah juga dapat berasal dari modal pinjaman, yaitu dari beberapa kemungkinan: bisa berasal dari anggota, Koperasi lainnya, Perbankan, lembaga keuangan lainnya, bahkan juga dapat diperoleh dari penerbitan obligasi dan surat-surat hutang lainnya.
.
Sebagaimana telah disinggung di atas, di dalam Koperasi Syariah, modal yang berasal dari hutang atau pinjaman, ternyata juga harus dikembalikan dengan adanya tambahan. Adanya tambahan dari pinjam-meminjam ini jelas terlarang menurut syariat Islam, karena tambahan ini dapat dikategorikan sebagai riba.
.
- Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi Syariah
Di dalam Koperasi Syari’ah, sistem bagi hasil-nya ternyata masih mengikut sistem bagi hasil sebagaimana dalam koperasi konvensional. Sistem bagi hasil dalam koperasi konvesional adalah dengan menggunakan sistem SHU (Sisa hasil Usaha). Dalam sistem ini, pembagian keuntungan yang akan dibagikan untuk para pemodal saja, yang dihitung berdasarkan prosentase jumlah modalnya masing-masing anggota. Namun sayangnya, keuntungan yang akan dibagikan itu tidak didasarkan pada keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha atau profit sharing. Lantas, didasarkan pada apa? Pembagian kentungan dalam sistem SHU ada dua kemungkinan.
.
- Pada Koperasi Syariah Simpan Pinjam, pembagian SHU didasarkan pada aktivitas peminjaman dana dari anggota pada koperasi. Dengan kata lain, besarnya prosentase SHU yang akan dibagikan itu didasarkan pada keaktifan anggota dalam meminjam. Semakin banyak meminjam, maka akan semakin banyak SHU yang akan didapatkan anggota tersebut.
.
- Pada Koperasi Syari’ah Serba Usaha dan yang semacamnya, keuntungan didasarkan pada keaktifan anggota dalam melakukan pembelian, penjualan atau produksi pada koperasi. Semakin sering melakukan transaksi pada koperasi, maka prosentase pembagian keuntungan yang didapatkan akan semakin besar.
.
Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa dari tinjauan aspek SHU-nya, Koperasi Syari’ah ini juga masih haram. Keharaman-nya dapat kita rinci lagi sebagai berikut:
.
- Sisa Hasil Usaha (SHU) yang dibagikan hanya diperuntukkan bagi para pemodal saja, tanpa adanya bagi hasil untuk para pengelola (karena memang pada faktanya di Koperasi Syari’ah tidak ada fihak yang menjadi pengelola). Menurut ketentuan dalam syirkah Islam, bagi hasil yang akan diberikan seharusnya untuk para pemodal dan pengelola atau yang berperan pada keduanya.
.
- Pembagian keuntungan SHU yang mengikuti aktivitas peminjaman (kredit simpan pinjam), pembelian, penjualan atau produksi dan bukan mengikuti prosentase modal atau tenaga hukumnya adalah haram. Menurut ketentuan syirkah Islam, pembagian laba seharusnya mengikuti modal atau tenaga, atau mengikuti kedua-duanya sekaligus, sehingga tidak boleh mengikuti aktivitas transaksinya. Selain itu, Sisa Hasil Usaha yang didasarkan pada keuntungan dari pinjaman anggota koperasi, hal itu dapat dimasukkan dalam kategori riba, sebagaimana dalil dari Hadits Nabi SAW yang telah disebutkan di atas.
.
- Dalam Koperasi Syari’ah, anggota baru yang dapat masuk koperasi kapan saja tanpa adanya akad baru, kemudian akan memperoleh pembagian keuntungan yang sama dengan anggota koperasi yang lama, akan berdampak pada pembagian Sisa Hasil Usaha yang tidak adil. Pembagian SHU seperti ini hukumnya haram, karena adanya unsur kezaliman pada anggota koperasi yang lama.
.
Ingin faham lebih lengkap Tentang Membangun Bisnis Syariah ??, Silahkan Pre Order buku Membangun Bisnis Syariah…
👇👇👇
https://dwicondrotriono.com/buku/membangun-bisnis-syariah/