Bagaimana penilaian dari kalangan ulama kontemporer, khususnya yang berasal dari fatwa Majma’ Fiqh Islamy, sebagai berikut (Syahatah & Fayyadh, 2004):
.
- Transaksi spot atas saham hukumnya boleh, selama saham tersebut sudah ada dalam kepemilikan penjual dan selama obyek aktivitas perusahaan tidak haram, seperti perusahaan bank ribawi, minuman keras dsb.
.
- Transaksi spot atas obligasi dengan segala macam derivat dan bentuknya adalah haram, karena mengandung riba.
.
- Transaksi trading on margin hukumnya haram, karena menyatukan dua akad dalam satu akad, yaitu akad jual beli dan akad pinjaman. Selain itu, akad pinjamannya mengandung bunga atau riba yang diharamkan.
.
- Akad short sale hukumnya haram, karena jual-belinya fiktif dengan tujuan hanya untuk meraih keuntungan dari perbedaan harga semata, sementara barang yang diperjualbelikan belum menjadi dimiliki penjual secara sempurna. Jual beli ini juga masuk kategori spekulasi atau perjudian.
.
- Akad options hukumnya haram, karena dibangun atas spekulasi, dimana penjual dan pembeli menanti keberuntungan dari perubahan harga (fluktuasi). Termasuk juga dalam kategori jual beli al-kali’ bi al-kali’ (jual-beli hutang dengan hutang) dan jual beli ‘arbun yang diharamkan.
.
- Transaksi furure dan forward hukumnya haram, karena jual beli sesuatu yang tidak dimiliki dan juga termasuk jual beli al-kali’ bi al-kali’ (jual-beli hutang dengan hutang).
.
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari pendapat ulama kontemporer hanya satu, yaitu seluruh transaksi saham di Pasar Modal adalah haram, kecuali 1 jenis transaksi, yaitu jual beli spot, hukumnya adalah halal.
.
Untuk menjawab bagaimana hukum dari transaksi spot ini, maka ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan, yaitu:
- Syari’at Islam telah membedakan dengan jelas aqad mu’amalah dalam jual-beli dan aqad investasi (syirkah). Definisi jual-beli menurut istilah syar’i adalah ijin Syari’ (Allah) bagi manusia yang ingin memindahkan kepemilikannya berupa barang kepada orang lain dengan tujuan memperoleh keuntungan berupa laba penjualan. Oleh karena itu barang yang akan diperjualbelikan disyaratkan harus jelas, pasti, dapat dikuasai atau dimiliki, dapat diambil manfaatnya, dzatnya tidak haram, sehingga dapat dipindahkan kepemilikannya.
Berdasarkan fakta, sebagaimana telah dijelaskan di atas, fungsi utama adanya pasar modal adalah mempertemukan pihak pengusaha yang membutuhkan tambahan modal (untuk melakukan ekspansi perusahaannya) dan para investor yang ingin menanamkan modalnya. Keterlibatan investor dalam menanamkan modalnya ditunjukkan dengan kepemilikan saham dari perusahaan tersebut. Dari fakta tersebut dapat dipahami bahwa transaksi di pasar modal adalah transaksi investasi modal, bukan jual beli barang.
- Apabila salah satu pemodal ingin memindahkan “tanda bukti keikutsertaannya” yang berupa sertifikat atau saham tersebut kepada orang lain, maka hal itu harus dengan persetujuan semua pihak yang terlibat dalam melakukan aqad syirkah sebelumnya. Dengan demikian, jika kita kembalikan pada fakta jual beli saham secara spot, maka tuntutan dari ketentuan syirkah tidak mungkin dapat dipenuhi.
- Jika penjualan atau pemindahan kepemilikan telah disetujui semua pihak yang terlibat dalam syirkah (misalnya), maka masih ada hal lain yang harus diperhatikan yaitu menyangkut “harga jual” dari serifikat atau saham tersebut. Pemindahan kepemilikan yang dilakukan dengan jalan “menjual” sertifikat atau saham tersebut, maka disini berlaku ketentuan bahwa “harga jual” dari saham tersebut harus sesuai dengan angka yang tercantum dalam kertas saham tersebut. Hal itu dapat dipahami, karena pada hakekatnya manusia tidak pernah berkeinginan untuk membeli “kertas sertifikat tanda bukti”, karena benda tersebut hanyalah sebuah kertas biasa, yang tidak bernilai dan tidak ada harganya kecuali kecil sekali.
Sebenarnya yang ingin dibeli oleh manusia adalah barangnya, yang bisa ditaksir nilai dan harganya, jika yang akan dibeli adalah barang. Jika yang akan dibeli adalah tanda bukti keikutsertaan uang, maka tidak mungkin orang akan membeli uang dengan uang, kecuali nilainya sama. Jika nilainya berbeda, secara fakta sebenarnya hal itu termasuk kejanggalan (ibarat ingin membeli uang pecahan Rp. 50.000,- yang masih baru dihargai dengan uang pecahan Rp. 10.000,- sebanyak enam lembar, karena uang pecahannya sudah agak kumal), sedangkan secara syar’i, hal itu jelas diharamkan, karena perbedaan nilai tersebut termasuk kategori riba fadl. Oleh karena itu, fakta saham tersebut disamakan fakta uang sehingga hukum jual-belinya sama dengan dengan jual-beli mata uang.
.
Dari tiga tinjauan di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa jual beli saham dengan mekanisme transaksi spot hukumnya tetaplah haram.
.
Ingin faham lebih lengkap Tentang Membangun Bisnis Syariah ??, Silahkan Pre Order buku Membangun Bisnis Syariah…
👇👇👇