AWAS!! SALAH PANDUAN ANGKAT PEKERJA

Apakah sebuah perseroan syari’ah boleh mengangkat tenaga kerja? Apa jawabnya? Alhamdulillah, jawabnya adalah jaiz atau boleh! Namun, syarat dan ketentuan berlaku. Apa syarat dan ketentuannya? Insya Allah akan dijelaskan berikutnya, yaitu setelah kita melihat dulu dalil-dalil yang membolehkannya.

.

Dalil yang membolehkan berasal dari dalil-dalil yang bersifat umum, yang berkenaan dengan ketenagakerjaan. Di antara dalil yang bersifa umum tersebut adalah dari firman Allah SWT:

أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُم بَعْضاً سُخْرِيّاً وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ ﴿٣٢﴾

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan (memanfa’atkan) sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (QS. Az-Zukhruf: 32).

.

Dalam ayat diatas dissebutkan bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia dengan derajat yang berbeda-beda, agar mereka dapat memanfa’atkan antara yang satu dengan yang lainnya. Ini adalah dalil yang masih bersifat umum, yang mengindikasikan bahwa manusia itu  boleh memanfa’atkan manusia lain untuk menjadi pekerjanya.

.

Itulah beberapa dalil umum yang menunjukkan kebolehan mengangkat tenaga kerja. Lantas, bagaimana dengan syarat dan ketentuan ? Ternyata syarat dan ketentuan itu berlaku untuk pengelola dari sebuah syirkah yang ingin mengangkat tenaga kerja untuk mewakili dirinya dalam mengerjakan tugas-tugasnya dalam mengelola perseroannya.

.

Bagaimana jika kasus yang terjadi adalah hal yang seperti itu? Jawabannya, jika pengelola ingin mengangkat tenaga kerja untuk mewakili dirinya dalam mengerjakan tugas-tugasnya dalam mengelola perseroannya, maka hukumnya adalah haram atau tidak boleh. Mengapa haram? Untuk menjawabnya ada beberapa butir yang harus kita fahami sebagai landasannya, yaitu:

.

  1. Menurut Imam Al Mawardi, syarat akad syirkah itu dikatakan sah (misalnya sebuah perseroan yang beraqad syirkah mudharabah), maka paling tidak ada tiga hal yang harus dipenuhi: pertama, harus ada pihak yang berkontribusi dalam modal (shohibulmal). Kedua, harus ada pihak yang berkontribusi sebagai pengelola (mudhorib). Ketiga, kedua pihak menetapkan bagian (nisbah) keuntungan masing-masing.

.

  1. Konsekuensi dari persyaratan akad mudharabah di atas, maka pihak pengelola (mudharib), disyaratkan adalah pihak yang dapat melakukan tasharruf (pengelolaan) secara langsung terhadap perseroan syari’ah tersebut. Tanggung jawab pengelolaan perseroan ini tidak boleh diwakilkan kepada pihak lain untuk dikerjakan. Jika tugas pengelolaan perseroan tersebut kemudian diwakilkan kepada pihak lain, maka statusnya sebagai pengelola (mudharib) secara otomatis akan hilang (bathal).

.

  1. Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhany (2004), dalam akad mu’amalah, semua pihak yang menjadi subyek pelaku dalam akad tidak boleh diwakilkan. Yang boleh diwakilkan, hanyalah dalam hal melakukan akadnya saja. Beliau memberi contoh dalam kitabnya: dalam akad pernikahan, seseorang boleh saja diwakili oleh orang lain untuk sekedar dalam melaksanakan akad nikahnya, namun dia tidak boleh diwakili sebagai subyek aqad-nya, yaitu untuk menjadi pengantin-nya (menjadi suami atau istri).

.

  1. Oleh karena itu, seorang mudharib tidak boleh mewakilkan kepada orang lain untuk menjadi pelaksana pekerjaan-nya, namun dia hanya boleh mewakilkan kepada orang lain untuk melakukan akad mudharabah-nya saja. Misalnya, ketika akan menandatangani aqad syirkah mudharabah-nya dia tidak dapat hadir, kemudian dia mewakilkan kepada orang lain, maka dalam kondisi seperti ini hukumnya boleh.

.

  1. Dengan demikian, jika seorang pengelola mewakilkan tugas-tugas pekerjaannya kepada pihak lain adalah dengan menggunakan akad wakalah (perwakilan), maka hukumnya tidak sah, karena dia sudah beraqad untuk menjadi pengelola (mudharib) untuk mengelola perseroan syirkah tersebut. Apabila akad wakalah itu tetap diberlakukan, maka aqadnya sebagai pengelola (mudharib) otomatis akan gugur atau bathal.

.

Setelah kita memahami butir-butir di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa seorang pengelola yang ingin mengangkat seorang pekerja untuk mewakili pekerjaannya, hukumnya adalah tidak sah, atau haram. Lantas baaimana? Apakah harus menarik anggota syirkah baru untuk menjadi pengelola, dengan segala kerepotannya?

Jawabnya ternyata tidak! Alhamdulillah, ternyata masih ada jalan keluarnya. Seorang pengelola memang tidak diperbolehkan untuk mengangkat seseorang untuk mewakili pekerjaannya, namun bagi sebuah perseroan syirkah itu diperbolehkan untuk mengangkat seorang pekerja (An-Nabhany, 2004). Apa maksudnya?

.

Maksudnya, ternyata hukum syari’at telah membedakan antara mengangkat pekerja untuk mewakili seorang pengelola dengan mengangkat pekerja untuk mewakili perseroan. Untuk kasus pertama tidak boleh, sedangkan yang kedua hukumnya adalah jaiz atau boleh. Alhamdulillah.

.

Oleh karena itu, jika sebuah perseroan syari’ah hendak mengangkat banyak tenaga kerja, itu diperbolehkan, asalkan tenaga kerja yang diangkat itu tidak mewakili orang-perorang dari pengelolanya,namun menjadi tenaga kerjanya perusahaan secara umum. Bagaimana contohnya?

.

Contohnya, jika dalam perseroan syari’ah ada pengelola yang bertugas menjadi direktur keuangan, kemudian dia hendak mengangkat seorang akuntan untuk mewakili dirinya dalam mengerjakan tugas-tugasnya, maka hal ini tidak diperbolehkan. Namun, jika akuntan tadi diangkat sebagai pekerja dari perseroan, maka hukumnya boleh. Konsekuensinya, akuntan tersebut dapat dianggap sebagai wakil dari seluruh pengelola, tidak hanya eksklusif mewakili satu pengelola saja (direktur keuangan). Dengan kata lain, akuntan tersebut dapat dipandang sebagai wakil dari pengelola yang lain, seperti wakil dari direktur utamanya, direktur pemasarannya, direktur produksinya, dsb. Itulah perbedaannya. Mengapa begitu?

.

Tugas, wewenang, tanggung jawab seluruh pengelola hakikatnya adalah sama. Jika ada pembagian tugas, seperti menjadi  direktur utama, direktur pemasaran, direktur produksi, direktur keuangan dsb., harus dipandang sebagai hal yang bertujuan untuk memudahkan pengelolaan perseroan saja, bukan sebagai pembagian tugas yang mutlak sifatnya. Karena, para pengelola dapat saja melakukan pergeseran atau pergiliran (rolling) dalam pelaksaan tugas tersebut.

.

Ingin faham lebih lengkap Tentang Membangun Bisnis Syariah ??, Silahkan Pre Order buku Membangun Bisnis Syariah…

👇👇👇

https://dwicondrotriono.com/buku/membangun-bisnis-syariah/