Transaksi utang-piutang, dalam pandangan sistem syari’at Islam tidak diperbolehkan ada syarat memberikan tambahan (ziyadah) bagi pihak peminjam. Sebab, tambahan yang diambil dari utang-piutang tersebut dapat dikategorikan sebagai riba, yang haram hukumnya.
.
Untuk mempertegas kembali tentang adanya larangan mengambil tambahan dalam transaksi utang-piutang, marilah kita lihat kembali nash-nash yang mengharamkannya. Nash-nash yang terkait dengan larangan adanya tambahan tersebut, diambil dari beberapa hadits sebagai berikut:
.
“Setiap utang-piutang yang menghasilkan manfa’at adalah riba” (HR. Baihaqi).
.
Dalam Hadits berikutnya, juga ada Sabda dari Rasulullah SAW:
“Setiap pinjam-meminjam yang menghasilkan manfaat adalah salah satu cabang daripada riba” (HR. Baihaqi).
.
Demikian juga, tidak boleh pula pemberi pinjaman atau menerima hadiah atau manfaat apapun dari qardh (hutang) yang diberikannya. Sebaaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW:
.
Dari Said bin Abi Burdah dari Bapaknya: “Aku datang ke Madinah dan bertemu dengan Abdullah bin Salam RA, ia berkata, “Kamu hidup di dalam sebuah negeri dimana riba tersebar luas. Karena itu, jika salah seorang berhutang kepadamu dan ia memberikan hadiah sekeranjang rumput atau gandum atau jerami, janganlah kamu terima, karena itu adalah riba” (HR. Bukhari).
.
Dari Anas, “Rasulullah SAW ditanya,’Seorang laki-laki dari kami meminjamkan (qardh) harta kepada saudaranya, lalu saudaranya memberi hadiah kepada laki-laki itu. Maka Rasulullah SAW bersabda,’Jika salah seorang kalian memberikan pinjaman, lalu dia diberi hadiah, atau dinaikkan ke atas kendaraannya, maka janganlah dia menaikinya dan janganlah menerimanya. Kecuali hal itu sudah menjadi kebiasaan sebelumnya.” (HR Ibnu Majah).
.
“Jika seseorang memberi pinjaman (qardh), janganlah dia mengambil hadiah.” (HR Bukhari)
.
Ingin faham lebih lengkap Tentang Membangun Bisnis Syariah ??, Silahkan Pre Order buku Membangun Bisnis Syariah…
👇👇👇