Agar aqad ijarah itu sah menurut ketentuan syari’ah Islam, maka aqad tersebut harus memenuhi ketentuan rukun dan syaratnya. Kita mulai dengan ketentuan atau rukun-rukun dari ijarah. Rukun dari ijarah adalah sebagai berikut (As-Sabatin, 2009):
- Al-‘Aqidani (dua pihak yang berakad), yaitu yang menyewa (musta`jir) dan yang disewa atau yang dipekerjakan (muajjir atau ajiir).
- Al-Ma’qud ‘alaihi (objek akad), yaitu manfaat dan upah.
- Shighat, yaitu apa saja yang menunjukkan Ijab dan Kabul, perkataan maupun perbuatan.
Selanjutnya, dari masing-masing rukun tersebut, maka kita dapat menjabarkan syarat-syarat-nya sebagai berikut (As-Sabatin, 2009):
- Syarat Al-aqidaani
- Baligh (mumayyiz = 7 tahun).
- Berakal (gila, mabuk: tidak sah).
- Bukan budak (orang yang merdeka).
- Tidak ada paksaan.
- b. Syarat Manfaat
- Manfaat harus mubah.
- Manfaat harus ma’lum (diketahui dengan jelas).
- Manfaat harus dapat diserahterimakan (taslim)
- Manfaat tidak boleh menghilangkan zat sumber manfaat.
- Manfaat harus mempunyai nilai (mutaqawwam).
- Manfaat harus dapat dinikmati yang menyewa (musta’jir).
.
Untuk lebih jelasnya, dari masing-masing syarat dari manfaat ini, selanjutnya masih dapat dijabarkan satu per satu.
- Manfaat Harus Mubah
- Manfaat tidak boleh manfaat yang haram, misalnya: menjadi pegawai pabrik khamr, menjadi pelacur, menjadi pegawai bank ribawi, dll.
- Manfaat Harus Ma’lum
- Manfaat harus ma’lum atau diketahui dengan jelas. Manfaat tidak boleh majhul atau tidak jelas.
- Caranya adalah dengan menentukan dengan jelas, baik yang terkait dengan waktu (zaman), maupun dengan pekerjaan (‘amal).
- Misalnya adalah: deskripsi pekerjaannya (na’ul ‘amal), batas waktu menyelesaikan pekerjaannya (muddatul ‘amal), jam kerjanya dsb., semuanya harus jelas.
- Secara lebih terperinci, selanjutanya akan dibahas dalam sub-bab pembuatan kontrak ketenagakerjaan.
- Manfaat Harus Dapat Diserahterimakan (Taslim)
- Manfaat dalam ijarah harus sesuatu yang dapat diserahterimakan (taslim).
- Dalam ijarah tidak boleh memberikan manfaat yang tak bisa diserahterimakan, karena adanya kelemahan. Kelemahan itu bisa karena adanya kelemahan inderawi (al-‘ajzu al-hissi), misalnya menyewa satpam yang buta.
- Demikian juga, adanya kelemahan yang syar’i (al-‘ajzu al-syar’i). Misalnya, memperkerjakan wanita haid untuk membersihkan masjid.
- Manfaat Tidak Boleh Menghilangkan Sumber Manfaat
- Manfaat dalam ijarah tidak boleh menghilangkan zat sumber manfaat. Untuk manfaat ini khususnya yang terkait dengan ijarah (penyewaan) benda.
- Misalnya, tidak boleh menyewakan lilin untuk penerangan atau menyewakan sabun untuk mandi, dsb.
- Manfaat Harus Mempunyai Nilai (Mutaqawwam)
- Manfaat dalam ijarah harus mempunyai nilai (mutaqawwam), yaitu memiliki nilai yang layak atau boleh untuk mendapatkan kompensasi.
- Misalnya, tidak boleh menyewakan apel untuk sekedar dicium baunya.
- Manfaat Harus Dapat Dinikmati Penyewa
- Manfaat dalam ijarah harus dapat dinikmati oleh yang menyewa (musta’jir).
- Dengan kata lain, manfaat harus dapat diwakilkan, jika tidak dapat diwakilkan maka ijarahnya menjadi tidak sah.
- Misalnya, tidak boleh membayar orang untuk berpuasa, shalat, dll. Semua manfaat ini hanya dinikmati oleh orang yang disewa, tak dapat dinikmati oleh yang menyewa (musta’jir).
.
- b. Syarat Ujrah (Upah)
Syarat untuk upah (ujrah) secara umum dapat disamakan dengan syarat harga. Dijabarkan lagi menjadi 6 (enam) syarat, yaitu:
- Upah harus berupa harta (maal) yang mubah, bukan harta yang haram, misalnya hasil mencuri.
- Upah harus berupa harta suci (thahir), bukan harta yang najis, misalnya babi.
- Upah harus diketahui dengan jelas (ma’luum), bukan majhul.
- Upah harus dapat dimanfaatkan (muntafa’an bihi).
- Upah harus dapat diserahterimakan.
- Upah harus hak milik yang menyewa (musta`jir).
.
- Syarat Sighat
Untuk memeahami syarat yang ketiga, yaitu sighat, maka kita harus memahami terlebih dahulu pengertian dari shighat itu sendiri.
الصيغة: هي ما يدل على الرضا بالعقد من الإيجاب والقبول
“Shighat adalah apa saja yg menunjukkan kerelaan (ridha) terhadap akad, yaitu ijab dan kabul“.
.
Selanjutnya, dari pengertian sighat tersebut, kita dapat membagi lagi Shighat itu dalam dua bagian, yaitu:
- Shighat Qauliyah
الصيغة القولية هي القول الدال على إنشاء العقد والرضا
“Shighat qauliyah adalah perkataan yang menunjukkan perwujudan akad dan kerelaan”.
.
- Shighat Fi’liyah (Al-Mu’aathah)
الصيغة الفعلية (المعاطاة) هي فعل الشيء دون تلفظ من الجانبين أو من أحدهما
“Shighat fi’liyah (al-mu’aathah) adalah melakukan suatu perbuatan tanpa mengucapkan apa-apa dari kedua belah pihak satu salah satu pihak yang berakad”.
.
Ingin faham lebih lengkap Tentang Membangun Bisnis Syariah ??, Silahkan Pre Order buku Membangun Bisnis Syariah…
👇👇👇
https://dwicondrotriono.com/buku/membangun-bisnis-syariah/